Jumat, 17 April 2009

BUDIDAYA ROTIFER






BUDIDAYA ZOOPLANKTON (Brachionus sp)


1. Klasifikasi
Kalsifikasi Brachionus plicatlis adalah sebagai berikut:



Filum : Avertebrata
Kelas : Aschelminthes
Sub Kelas : Rotaria
Ordo : Eurotaria
Sub Ordo : Monogononta
Famili : Brachionidae
Sub Famili : Brachione
Genus : Brachionus
Species : Brachionus plicatilis
( Hyman, 1951 dan Suzuki, dalam Fukusho, 1984).
Rotifer merupakan salah satu pakan alami larva ikan yang digunakan para pembudidaya ikan. Rotifer termasuk kedalam filum invertebrata yang lebih dekat dan secara dekat dikaitkan dengan ccacing gelang (Nematoda), ada tiga kelas rotifer yaitu Seisionidea, Bdellodea, Monogononta. Kelas dimana terdapat Brachionus plicatilis, B. Calyciflorus, dan B. Rubens. Kelas Monogononta memiliki siklus hidup partenogenetik yang terdiri dari fase seksual dan aseksual. Sebagian masa hidupnya berada dalam fase aseksual namun pada lingkungan tertentu kelompok ini dapat melakukan reproduksi seksual dan aseksual secara serentak. Factor-faktor yang menentukan jenis kelamin masih belum dipahami namun factor makanan, tidak adanya stress fisiologis dan juga genetic memainkan peranan yang penting dalam hal ini.

Rotifer-rotifer dalam kelas monogononta memiliki susunan morfologi yang sederhana. Tubuhnya terdiri dari tiga bagian yaitu kepala, badan dan kaki, pergerakannya dilakukan oleh sekumpulan silia yang memudar di sekitar bagian kepala yang disebut corona. Kulit luar yang menutupi tubuhnya disebut lorica memiliki duri anterior dan posterior yang berfungsi sebagai pertahanan diri dari predator atau sebagai alat pengapung. Rotifer tersusun atas kurang lebih 950 sel, memiliki sytem sharaf, pencernaan, ekskresi dan reproduksi yang sangat khusus, kaki yang memanjang pada bagian posterior digunakan untuk melekat (Suminto, 2005).
Rotifer memiliki masa hidup yang tidak terlalu lama, usia betina pada suhu 250 C adalah antara 6-8 hari sedangkan yang jantan hanya 2 hari. Rotifer memiliki toleransi salinitas mulai dari 1-60 ppt, perubahan salinitas yang secara tiba-tiba dapat mengakibatkan kematian. Salinitas diatas 35 ppt akan mencegah terjadinya reproduksi seksual. Pencegahan ini merupakan hal yang diinginkan dalam kultur massal dsebabkan karena keberadaan individu jantan dan kista akan mengurangi tingkat pertumbuhan populasi rotifer, intensitas cahay yang baik untuk kehidupan rotifer yaitu 2000-5000 lux, pH sekitar 7,5-8,5, konsentrasi amoniak bebas tdak boleh lebih dari 1ppm. Rotifer bereproduksi setiap 18 jam sekali, fekunditas total untuk seekor betina secara aseksual dan dalam kondisi yang baik maka 20-25 indivdu baru. Kualitas dan kuantitas makanan memberikan peranan pentng dalam pertumbuhan rotifer. Rotifer memakan beraneka ragam mikroalga (Suminto, 2005).

Kista rotifer dihasilkan selama fase aseksual dalam siklus hidupnya. Kista rotifer melindungi embrio dengan menekan proses metabolisme sehingga mampu bertahan selama beberapa tahun. Kista yang dihasilkan hampir sama dengan besar telur yang dihasilkan melalui fase sesual, namun bedanya mereka ditutupi oleh cangkang yang keras serta mereka dapat bertahan dalam lngkungan yang ekstrim. Ketika berada dalam lingkungan yangs sesuai kista tersebut dapat menetas pada usia 24-28 jam pada suhu 250C dengan pencahayaan yang cukup. Rotifer-rotifer yang menetas tidak digunakan langsung untuk pakan tetapi untuk inokulan untuk kultur massal. Setelah dikultur massal baru rotifer-rotifer ini digunakan sebagai pakan alami untuk ikan.

Rotfer laut yang telah berhasil dikembangkan ada dua, yaitu tipe-S jenis Brachionus rotundiformis dengan ukuran panjang 100-210 mikron dengan rata-rata 160 mikron, tipe-L jenis Brachionus plicatilis dengan ukuran 130-340 mikron dan rata-rata 239 mikro. Hasil kultur massal dengan pakan Nannochloropsis sp memberi ukuran panjang rata-rata dibawah 200 mikron (Dhert P, 1996). Strain Brachionus plicatilis dewasa secara geografis mempunyai ukuran antara 125-300 mikron (Main dan Fulks, 1991 dalam Thariq, dkk, 2002).
Brachionus plicatilis bersifat euthermal, yaitu pada suhu 150C masih dapat tumbuh tapi tidak dapat bereproduksi, selain itu juga brachionus plicatilis bersifat euryhali, betinanya dapat hidup sampai salinitas 98 ppt (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Main dan Fulks (1991) dalam Thariq, dkk, (2002) bahwa Brachionus plicatilis dapat tumbuh dengan baik pada suhu 20-300C, salinitas 10-20 ppt, pH 7,5-8,5. agar Brachionus dapat berkembang dengan baik harus dipelihara ditempat yang mendapat sinar matahari dengan suhu 27-290C dan pH antara 7,7-8,7.
Anonimus (1985) menyatakan dalam keadaan normal rotifer berkembang secara parthenogenesis (bertelur tanpa kawin). Brachionus plicatilis bersifat filter feeder, memakan bebagai jenis alga (Chlorela, Dunaiella dan Tetraselmis), ragi, bakteri atau pakan yang bergerak lambat seperti mikrokapsul (Lubzens, 1985 dalam Thariq, dkk, 2002).

Brachionus plicatilis memiliki kelamin terpisah, dapat bereproduksi secara aseksual (parthenogenesis) dan seksual. Kepadatan pakan, jenis pakan, suhu, salinitas, penetrasi cahaya dan sifat genetic sangat mempengaruhi perkembangan rotifer (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995).

2. Kultur Massal Zooplankton (Brachionus sp)
Kegiatan Zooplankton (Brachionus sp) dimulai dengan melakukan kultur fitoplankton sebagai pakan Zooplankton dan sterilisasi wadah dan peralatan yang akan digunakan. Wadah yang digunakan sebagai media kultur massal yaitu bak beton dengan kapasitas 40 m3 sebelum digunakan sebagai media kultur maka bak harus dalam keadaan bersih, adapun cara pembersihan bak yaitu direndam menggunakan kaporit setelah itu bak disikat sampai bersih dan dibilas setelah itu bak dibiarkan kering sampai bau kaporitnya hilang.

Tahap selanjutnya yaitu, fitoplankton dimasukkan secara bertahap yaitu sepertiga dari kapasitas bak yang digunakan, lalu dimasukkan benih brachionus dengan keadatan awal tebar yaitu 10-15 ind/ml. jenis pakan yang diberikan selama kultur Brachionus sp berlangsung yaitu berupa fitoplankton (Nannochloropsis sp), ragi roti dan taurine sebagai nutrient tambahan untuk rotifer (Brachionus sp). Setelah fitoplankton yang diberikan habis yang ditandai dengan warna pemeiharaan jernih berarti fitopalnkton telah habis untuk itu perlu ditambahkan sepertiganya lagi lalu begitu seterunya sampai dengan media kultur penuh. Pengontrolan pemberian fitoplankton, ragi roti dan taurine sebagai makanan Brachionus sp dilakukan secara maksimal sehingga pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya dapat terus meningkat.

Metode yang digunakan untuk panen yaitu metode panen harian, rotifer tidak dihabiskan tetapi disisakan sebagian atau 50 % dari total volume sebaga bibit unntuk kultur selanjutnya. Rotifer dipanen menggunakan selang spiral dan screen net ukuran 60 mikron. Rotifer yang siap untuk dipanen ditandai dengan jernihnya warna air pada media kultur, pemenenan pertama dilakukan sekitar 6-8 hari dari kultur awal benih rotifer. Sebagian hasil panen dikultur ulang dan sebagian lagi diberikan pada larva.

Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan rotifer maka perlu dilakukan penghitungan, selain itu juga, penghitungan ini berfungsi untuk menentukan kapan panen dapat dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak 1 ml dengan menggunakan pipet tetes dan penghitunggannya sendiri menggunakan Sedgewich-Rafter dengan bantuan mikroskop.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads: 468x60

muhamad wasis muslimin budidaya perairan