Rabu, 08 April 2009

Rabu, 2008 November 26

TEKNIK BUDIDAYA ABALONE (haliotis asinina)

Seleksi Benih Siap Tebar

Benih merupakan salah tahap suatu kegiatan budidaya yang sangat menentukan keberhasilan yang akan dicapai. Kesalahan dalam memilih benih akan menimbulkan danpak kerugian yang besar, seperti tingginya tingkat kematian saat proses pemeliharaan dan lambatnya pertumbuhan. Oleh karena itu, seleksi benih sebelum penebaran harus dilakukan dengan tepat. Kriteria benih siap tebar untuk budidaya kerang abalone adalah sebagai berikut:

- Ukuran benih relatif seragam yaitu 1 cm/ekor (ukuran panjang cangkang).

- Telah mampu memanfaatkan pakan rumput laut segar sebagai makanannya, seperti Gracilaria sp atau Ulva sp.

- Sensitif terhadap respon dari luar.

Benih kerang abalone yang sehat akan cepat merespon ransangan dari luar. Tanda-tanda yang diberikan adalah sebagai berikut:

* kerang abalone yang cenderung melekat kuat pada substrak jika disentuh

* jika direndam dalam air tawar akan mengkerut dan mengeras, dan apabila dikembalikan ke air laut akan cepat melakukan pergerakan.

* jika dipegang terasa kenyal dan padat serta tidak lemas.

- Cangkang tidak pecah atau cacat.

- Tidak terdapat luka pada bagian badan/daging.

Gambar 12. Benih kerang abalone siap tebar.

Padat Tebar dan Aklimatisasi

Daya dukung lahan sangat perlu dipertimbangkan untuk menentukan padat penebaran (stocking density) dan ukuran benih tebar, selain itu tingkah laku dan sifat yang dimiliki oleh biota juga dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan padat tebar. Diantara sifat kerang abalone yang dapat dijadikan sebagai dasar penentuan padat tebar adalah pergerakan yang lanbat dan hidup menempel pada substrak dan tidak memerlukan areal yang luas untuk melakukan aktivitasnya. Hal ini sangat memungkinkan untuk penebaran tinggi. Di Negara Jepang, padat penebaran H. asinina ukuran 25mm 731-1426 ekor/m2 (Singhagraiwan and Doi, 1993). Di Indonesia, Loka Budidaya Laut-Lombok yang memelihara kerang abalone dengan penerapan 2 metode memiliki padat tebar dan cara aklimatisasi yang berbeda.

Langkah awal sebelum penebaran adalah aklimatisasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang baru. Aklimatisasi mutlak dilakukan sebelum penebaran kedalam wadah budidaya. Tindakan ini dimaksudkan untuk mengurangi resiko kegagalan (kematian) saat awal pemeliharaan. Perubahan lingkungan secara tiba-tiba akan dapat menimbulkan stress pada biota, bahkan dapat mengakibatkan kematian. Karena itu, lakukanlah aklimatisasi terlebih dahulu sebelum penebaran. Tingkat padat tebar dan cara aklimatisasi pada ke dua metode adalah sebagai berikut:

a. Metode Pen-culture

Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dalam penentuan padat tebar pada metode pen-culture, selain sifat dan tingkah laku kerang abalone adalah kondisi perairan saat surut terendah yang dapat berlangsung beberapa saat. Pada saat surut, kuantitas air yang berada dalam pen-culture sangat minim serta kemungkinan tidak terjadi pertukaran air. Keadaan ini sangat mengkwatirkan jika dilakukan dalam penebaran tinggi. Oleh karena itu, padat tebar metode pen-culture sebaiknya berkisar antara 100-150 ekor/m2.

Cara aklimatisasi pada metode ini yaitu dengan cara aklimatisasi dalam bak terlebih dahulu dengan mempergunakan media air dari lokasi pen-culture. Kantong diapungkan beberapa saat (15-20 menit), kemudian dibuka dan dimasukkan air perlahan-lahan. Tebar benih abalone kedalam bak selama 20-30 menit dengan keadaan sirkulasi air.

Gambar 13. Aklimatisasi dalam bak sirkulasi.

Penebaran dalam pen-culture dapat dilakukan setelah kerang abalone terlihat telah dapat menerima kondisi linkungan yang baru, ditandai dengan gerak aktif kerang abalone untuk mencari tempat bersembunyi. Penebaran dilakukan pada saat air mulai pasang yang ditebar merata dalam pen-culture (dibeberapa tempat).

Gambar 14. Penebaran benih kerang abalone dalam pen-culture.

b. Metode KJA

Berbeda dengan metode KJA, padat tebar bisa lebih tinggi. Tingginya padat penebaran pada metode ini dikarenakan sirkulasi air selalu terjamin setiap saat sehingga kualitas air lebih terjamin. Pada metode ini, yang harus dipertimbangkan selain sifat dan tingkah laku kerang abalone serta sirkulasi air adalah luas permukaan substrak. Hal ini erat kaitannya dengan penyebaran kerang abalone. Dengan percobaan yang telah dilakukan oleh Loka Budidaya laut-Lombok, padat tebar metode KJA sebaiknya berkisar antara 350-400 ekor/m2.

Cara aklimatisasi di KJA dapat dilakukan dalam bak ataupun langsung didalam wadah pemeliharaan. Kantong yang berisi benih diapungkan dalam wadah pemeliharaan 15-20 menit, kantong dibuka dan dimasukkan air dari luar kantong secara perlaha-lahan hingga hampir penuh, balik bagian dalam kantong menjadi luar kantong dan biarkan benih kerang abalone lepas dengan sendirinya. Setelah beberapa saat, benih kerang abalone yang masih menempel pada kantong segera dilepas dan dimasukkan kedalam wadah pemeliharaan.

Gambar 15. Aklimatisasi dan penebaran benih kerang abalone di KJA

Pakan dan Pemberian Pakan

Pakan merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam menunjang keberhasilan budidaya kerang abalone, kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Ketepatan jenis pakan yang diberikan menjadi pertimbangan utama dalam pemberian pakan. Jenis pakan kerang abalone adalah seaweed yang biasa disebut makro-alga, namun tidak semua dapat dimanfaatkan dengan baik sebagai sumber makanan. Saat ini, pakan yang terbaik yang diberikan adalah Gracilaria sp yang merupakan makanan favorit untuk kerang abalone. Selain Gracilaria sp, jenis seaweed yang yang lain juga dapat diberikan, seperti Ulva sp. Saat pemberian pakan, perlu diperhatikan kebersihan dan kesegaran pakan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya predator-predator yang terbawa dan menghindari pakan yang hampir/telah mati yang nantinya akan membusuk dan menimbulkan racun bagi kerang abalone.

Gambar 16. Gracilaria sp (kiri) dan Ulva sp (kanan).

Pada metode pen-culture, pemberian pakan dilakukan jika ketersediaan pakan yang sebelumnya telah ditumbuhkan dalam wadah terlihat mulai sedikit. Pemberiannya dilakukan pada saat air sedang surut dengan cara menyelipkan antara jejeran genteng. Jumlah setiap penambahan pakan yang diberikan sebanyak 25-30 kg berat basah/unit pen-culture.

Gambar 17. Penambahan pakan dalam pen-culture.

Pemberian pakan pada metode KJA berbeda dengan metode pen-culture. Pada metode KJA, frekuensi pemberian pakan dilakukan 2-3 hari sekali sebanyak 2-5kg/unit wadah. Kelebihan dalam pemberian pakan pada metode KJA akan menimbulkan bahaya yaitu matinya sebagian Gracilaria sp dalam wadah yang menimbulkan bau busuk yang kemungkinan besar mengandung bahan beracun (seperti NH3 dan H2S) yang dapat bersifat racun dan mematikan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengontrolan pakan harus dilakukan dengan tepat.

Gambar 18. Pemberian pakan di KJA.

Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Konversi Pakan

Kerang abalone adalah hewan yang sangat lambat tumbuh. Untuk mencapai ukuran diatas 8cm/ekor dengan berat 30-40gr/ekor, dibutuhkan masa waktu pemeliharaan 12-14 bulan dengan ketersediaan pakan yang selalu cukup. Pada awal pemeliharaan, pertumbuhan panjang cangkang sejalan dengan pertumbuhan berat hingga mencapai ukuran cangkang 4cm dengan berat 11,5-13,37gr. Setelah mencapai ukuran diatas 4cm, pertumbuhan lebih mengarah terhadap pertumbuhan berat. Kelangsungan hidup kerang abalone yang dicapai dalam masa pemeliharaan 12-14 bulan sebesar 55-63%.

Sifat kerang abalone yang sangat rakus namun lambat tumbuh mengakibatkan tingginya nilai konversi pakan (Feeding Convercation of Ratio; FCR) yang dapat mencapai 27-29, artinya untuk meningkatkan berat badan sebesar 1 gr, kerang abalone harus memakan makanan sebanyak 27-29gr.

Pengontrolan dan Pergantian waring.

Gerakan kerang abalone yang sangat lambat juga merupakan suatu titik kelemahan, yaitu mudahnya predator-predator untuk memangsanya. Dengan adanya tindakan pengontrolan, predator-predator dapat langsung dimusnahkan dengan cara pengambilan langsung dari dalam wadah budidaya.

Pada metode pen-culture, pengontrolan sangat sulit untuk dilakukan dikarenakan ketergantungan pada surutnya air laut dan desain substrak yang cukup sulit untuk menemukan adanya predator. Salah satu cara untuk mencegah adanya predator adalah desain pen-culture yang rapat sehingga tidak terdapat lubang/tempat masuknya predator serta melakukan pengontrolan secara menyeluruh setiap 3 atau 4 bulan sekali dengan cara membongkar susunan substrak. Hal ini juga bertujuan untuk memperbaiki kembali susunan substrak.

Gambar 19. Pengontrolan pada pen-culture

Dinding pen-culture yang terbuat dari waring sangat mudah kotor akibat dari sedimen yang terbawa dalam badan air serta tumbuhan biofouling (tumbuhan penempel) yang dapat mennganggu sirkulasi air. Selain itu, waring yang telah kotor akan lebih mudah sobek dikarenakan tertahannya arus hempasan ombak. Oleh karena itu pergantian waring perlu untuk dilakukan minimal 1 bulan sekali.

Pada metode KJA, pengontrolan terhadap predator lebih mudah untuk dilakukan. Pengontrolan dapat dilakukan minmal 3-4 hari sekali atau sebelum pemberian pakan dengan cara mengangkat wadah budidaya ke permukaan. Predator-predator dapat segera dimusnahkan serta kerang abalone yang sakit dapat dilakukan tindakan pengobatan. Untuk memperlancar sirkulasi air dalam wadah, pergatian wadah/waring minimal dilakukan setiap bulan.


Gambar 20. Pengontrolan dan pergantian waring

Hama dan Penyakit

Hama

Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam budidaya kerang abalone. Jenis hama yang terdapat dalam wadah budidaya kerang abalone diberdakan menjadi 3 golongan, yaitu; 1) hama pengganggu; 2) penyaing; dan 3) pemangsa/predator. Diantara ke tiga golongan hama tersebut, predator merupakan hama yang sangat berbahaya terhadap kehidupan kerang abalone.

Gerakan kerang abalone yang lambat sangat memudahkan predator-predator untuk dapat memangsanya. Jenis predator yang sering dijumpai dalam wadah budidaya kerang abalone adalah kepiting-kepiting laut. Sedangkan hama yang lain seperti udang-udangan dan kerang-kerang laut menjadi pengganggu dan penyaing ruang gerak serta makanan. Contoh; teritip.

Teritip harus selalu dibersihkan sebagai tindakan pencegahan akan terjadinya luka, karena cangkangnya yang runcing dan tajam. Teritip akan menjadi masalah jika terdapat dalam jumlah banyak pada substrak, selain sebagai penyaing oksigen juga akan menyulitkan kerang abalone untuk bergerak leluasa dan bahkan dapat tumbuh pada cangkang kerang abalone (Gambar 20).

Gambar 20. Teritip yang menempel pada substrak dan cangkang.

Masuknya hama dapat melalui lubang-lubang yang terdapat pada wadah ataupun melalui makanan yang diberikan. Oleh karena itu, tindakan penanggulangan dan pemberantasan perlu dilakukan dengan cara sebagai berikut:

  1. Pakan yang diberikan harus dalam keadaan bersih dari partikel yang melekat ataupu hewan lainnya.
  2. Pengontrolan dalam wadah budidaya secara kontinyu/periodik.
  3. Pemusnahan hama yang ditemukan didalam maupun diluar wadah budidaya.
  4. Pengontrolan terhadap keadaan wadah.

Penyakit

Penyakit merupakan suatu hal yang sangat mengkwatirkan dalam keberhasilan kegiatan budidaya. Penyakit pada kerang abalone akan timbul saat kondisi kerang abalone menurun akibat adanya perubahan suatu keadaan tertentu, seperti lingkungan yang kotor menyebabkan kualitas air menurun yang menimbulkan stress pada kerang abalone atau penanganan yang kurang hati-hati yang dapat menimbulkan luka. Pada keadaan seperti ini, kerang abalone sangat riskan terhadap serangan penyakit.

Pada metode KJA, penyebab lingkungan yang kotor sering kali disebabkan oleh pemberian pakan yang terlalu banyak. Pakan tersebut akan membusuk jika tidak habis dalam waktu 3-4 hari. Oleh karena itu, pemberian pakan yang berlebihan harus dihindari serta kesegaran pakan yang diberikan tetap terjamin.

Penyakit yang menyerang kerang abalone, saat masih terus di identifikasi untuk mengetahui penyebabnya. Salah satu gejala yang ditimbulkan adalah timbulnya warna merah seperti karat pada bagian selaput gonad (bagian bawah cangkang). Kerang abalone yang mengalami gejala ini, dalam waktu 5-6 hari lapisan selaput akan sobek, nampak lemas dan jika dipegang sangat lembek (tidak dapat merespon ransangan luar) yang akhirnya mengalami kematian. Tindakan pencegahan yang telah dilakukan saat ini adalah tindakan karantina atau pemisahan pada tempat khusus sebelum selaput gonad sobek/terpisah dari cangkang, kemudian dilakukan tindakan pengobatan dengan cara pengolesan acriflavin atau betadine dalam dosis tinggi (500ppm) pada selaput tersebut secara kontinyu selama 3 hari. Tindakan ini juga dilakukan pada kerang abalone yang mengalami luka.

Gambar 21. Gejala kerang abalone yang sakit, nampak lemas (kiri), warna karat (kanan).

Oleh karena itu, tindakan pencegahan merupakan tindakan yang sangat tepat sebagai langkah awal dalam meningkatkan keberhasilan budidaya kerang abalone. Tindakan-tindakan pencegahan terhadap penyakit dapat dilakukan dalam beberapa cara, yaitu:

  1. Hindari pemberian pakan yang berlebih
  2. Pakan yang diberikan dalam keadaan segar dan bersih.
  3. Pakan yang telah rusak/busuk segera dibuang dari wadah budidaya.
  4. Hindari luka akibat penanganan, baik saat pergantian wadah maupun saat melepas dari substrak serta hindari penanganan yang dapat menimbulkan stress.
  5. Gunakan bahan yang elastis untuk melepas kerang abalone dari substrak.
  6. Ganti wadah dan bersihkan substrak dari biota yang menempel, seperti teritip.
  7. Ketersediaan pakan dalam wadah budidaya selalu tersedia dan dalam jumlah yang cukup.

Sumber: juknis abalone BBL Lombok

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ads: 468x60

muhamad wasis muslimin budidaya perairan